HALONIAGA.COM-JAKARTA-Pemerintah dinilai terus berkomitmen dalam meningkatkan kesetaraan gender melalui arah kebijakan dan strategi terkait gender dalam RPJMN 2020-2024. Salah satu targetnya yaitu untuk meningkatkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan hingga mencapai angka 55% pada tahun 2024.
Pemerintah mendukung pemberdayaan perempuan di tempat kerja, salah satunya dengan melindungi pekerja perempuan dan memberikan rasa aman dalam pemenuhan hak-haknya. Hal tersebut, disampaikan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah.
“Hal-hal tersebut dimulai dari hak di bidang reproduksi, hingga hak dalam hal K3, kehormatan dan pengupahan,” ujar Ida dalam siaran pers yang diterima pada Rabu (19/1).
Berdasarkan data ketenagakerjaan, dari jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 140 juta orang, hanya sekitar 40% adalah perempuan. Hal tersebut disebabkan angka TPAK perempuan masih berada jauh di bawah laki-laki yaitu TPAK laki-laki sebesar 82,27% dan perempuan hanya sebesar 53,34%.
“Selain hanya menunjukkan peningkatan kecil dalam beberapa tahun terakhir, angka TPAK Perempuan kita juga masih di bawah beberapa negara pesaing terdekat kita seperti Vietnam dan Thailand,”kata Ida.
Data ketimpangan bagi perempuan juga sudah terlihat dalam aspek pendidikan yang menjadi modal dasar untuk berdaya di dunia kerja. Persentase angkatan kerja perempuan yang berpendidikan rendah (SMP ke bawah), lebih besar dibandingkan laki-laki. Sedangkan untuk angkatan kerja dengan tingkat pendidikan menengah (SMA dan SMK), persentase perempuan justru lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Lanjut Ida, menurutnya masih banyak hambatan dihadapi perempuan untuk mampu berdaya di dunia kerja. Mulai dari beban ganda yang dihadapi perempuan hingga kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Salah satu faktor yang ikut menghambat adalah masih adanya gender shaming alias stereotip dan seksisme yang menjadi akar diskriminasi berbasis gender terhadap perempuan.
“Adanya perilaku ini menyebabkan perempuan seringkali diremehkan di tempat kerja, dianggap sebagai penghambat dan memiliki produktivitas lebih rendah. Hal ini kontraproduktif dengan tujuan kita semua, untuk terus meningkatkan pemberdayaan perempuan di dunia kerja agar bisa memberikan dampak positif pada perekonomian dari level individu, keluarga hingga negara,”tutupnya.